Safar adalah nama bulan kedua tahun Hijriyah, sesudah bulan
Muharram. Dari segi bahasa, Safar berarti pula penyakit kuning, lapar
dan cacing perut. Bila dikatakan “Sifr” berarti kosong, nol bila
dikatakan “Sufr” berarti kuning. Bila dikatakan Safr bararti bulan kedua
sesudah Muharram. Pada masa Jahiliyyah dahulu, orang-orang Arab
berangkat mengembara meninggalkan kediaman mereka pada bulan shafar
sehingga rumah-rumah menjadi kosong (sifr), suatu ketika pernah mereka
berangkat bertepatan musim panas dan kering, sehingga dedaunan menjadi
kekuning-kunginan (sufr), dan banyaklah penderitaan yang mereka alami
(Safar).
Bulan safar sebenarnya bulan biasa, tidak
terdapat adanya keistimewaan yang perlu menjadi sorotan. Dalam Al Qur’an
bulan yang mendapat sorotan adalah bulan haram, Allah swt berfirman : “Sesungguhnya
bilangan bulan pada sisi Allah ialah dua belas bulan, dalam ketetetapn
Allah diwaktu Dia menciptakan langit dan bumi diantaranya empat bulan
haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu
menganiaya diri kami dalam bulan yang empat itu… (QS. At-taubah
36). Bulan-bulan haram tersebut adalah Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram
dan Rajab; dimana pada keempat bulan tersebut tidak diperkenankan
berperang. Ketetapan ini berlaku sejak Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail
sampai kepada syari’at Nabi Muhammad saw (Al Qur’an dan Tafsirnya,
Depag, 1995/1996, jilid X, hal. 135). Sementara itu, bulan yang secara
khusus disebutkan di dalam Al Qur’an adalah bulan Ramadhan. Allah swt
berfirman : “ Bulan Ramadhan, bulan yang diturunkan di dalamnya (permulaan) Al Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia…” (QS. Al Baqarah 185).
Sebagian umat Islam menganggap bulan safar
bulan pembawa kesialan, sehingga banyak diantara mereka yang tidak
berani melakukan berbagai aktivitas kehidupan seperti walimah
perkawinan, membangun rumah dan memulai perdagangan. Mereka berhati-hati
pula dalam berkata-kata, karena bulan safar bulan panas, dimana emosi
manusia sering bangkit karenanya mereka dianjurkan untuk tidak membawa
senjata tajam ketika keluar rumah. Adapula yang membuang kesialan anak
yang dilahirkan di bulan safar dengan acara tertentu yang disebut
“batimang anak”. Hal ini nampaknya bukan saja di daerah Kalimantan
Selatan, tetapi juga di daerah-daerah lain, sehingga di dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia hal. 765 kita temukan kata-kata safar, ber-safar
dimaksudkan ialah : “pergi, tahlil beramai-ramai ketempat keramat untuk menjauhkan diri dari bahaya pada bulan safar.
Image kesialan bulan safar sudah ada sejak dahulu
dikalangan bangsa Arab, dimana disebutkan bahwa pada bulan safar setiap
tahunnya turun tiga ratus dua puluh ribu bala yang dipancarkan keseluruh
hari dalam setahun. Keterangan ini didapatkan pada buku “Kanz Al najah Wa Al Surur fi Al Ad’iyyah allati Tasyrah Al Shudur,” oleh
Syekh Abdul Hamid Ali Quds, guru dan Imam di Masjid Al Haram Makkah,
(1280 – 1334 H) hlm. 23; dalam selebaran tuan guru H. Jamhuri yang
menyebutkan dikutif dari kitab : “Fath al malik Al Majid oleh Al Dairubi, hlm 78 dan juga pada buku “Risalah Amaliyah” oleh guru M. Khusairi Hamzah, hlm 230, dikatakan dikutif dari kitab “Fawaid Al Ukhrawiyyah”. Disebutkan
pula bahwa hancurnya bendungan Ma’rib di Yaman terjadi pada bulan
Safar. Seorang wanita Yahudi meracuni paha kambing masak yang disuguhkan
kepada Nabi saw untuk membunuhnya, juga pada bulan Safarl; tetapi nabi
saw selamat kecuali seorang sahabat bernama Barra bin Azib tewas
karenanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar